Matahari lingsir ke barat mendekati cakrawala. Sekawan
burung rawa melintas menghasisawang.Angin
semilir perlahan menebarkan aroma bunga-bunga liar tetumbuhan rawa dan bau
lumpur setelah sepanjang siang menggembara di permukaan danau yang luas
terhampar. Bagi masyarakat Kalimantan selatan,khususnya kawasan Hulu Sungai
Selatan,Danau Bnagkau dikenal sebagai kawasan perairan penghasil ikan rawa.Di
sisinya terdapat desa kecil yang dinamakan desa bangkau.
Semua itu adalah tautan rindu yang membisikkan kata pulang di hati kecil Basri.Untuk
beberapa saat Basri tertegun di halaman sebuah rumah tua. Dua buah tas berisi
pakaian dan oleh-oleh dari kota dibiarkan menggeletak diatas tanah. Kedua
kakinya sepeti tak mampu melangkah manakala mendekati pagar yang terbuat dari
kayugalih. Bukan karena karena
kelelahan setelah sehari semalam menempuh perjalanan panjang,melainkan ia hanya
ingin berpuas-puas menatapi bangunan tua tempat ia dulu dilahirkan.
Ketika ia melepas pandang kehamparan danau,terlintas
suatu kenangan di benaknya.Ia dan ayahnya waktu itu mengayuh jukung ketengah danau kekawasan perairan
di dekat Mungkur Kambing.Tak disangka
sedikitpun,kalau hari itu ternyata awal sebuah perpisahan. Terbayang
di matanya,betapa ayahnya bergulat dengan seekor buaya besar.
Semua itu adalah lambar-lembar kenangan yang pernah
singgah dalam perjalanan hidupnya.Ia sendiri baru pulang dari perantauan dengan
segala perubahan. Badannya dulu kecil kurus dengan rambut kemerahan dan kulit
yang hitam legam karena sering tertimpa terik matahari. Sekarang ia tumbuh
sebagai pemuda dengan potongan tubuh atletis,dan rambut yang selalu disisir
rapi,serta pakaian yang selalu rapi.
Ibunya meninggal tak lama setelah ayahnya meninggal.Ia
diasuh oleh pak Saleh sahabat karib ayahnya. Ia diboyong kekota Samarinda dan
menempuh perguruan tinggi disana. Insinyur,sebuah gelar
mahal yang sangat langka bagi ukuran anak nelayan dikampung kelahirannya.
Ia pergi ke rumah yang sekarang ditempati oleh julaknya.Julaknya menyambutnya dengan gembira.Malam itu juga,nama Basri
telah disebut-sebut hingga ke ujung kampung. Banyak teman-teman semasa
kanak-kanaknya dulu yang datang menjenguk. Mereka pun bercerita tentang
pengalaman mereka semasa kanak-kanak dulu.
Di
luar angin yang semakin dingin,semilir perlahan. Sinar rembulan yang menyeruaki malam.Namun kabut tipis
melayang-layang menutupi pandang,pertanda malam kian larut. Satu persatu
sahabatnya berpamitan untuk pulang.Dan Basri pun tidur terlelap ditemani lampu
minyak yang tergantung di dinding.
Hari masih pagi benar.Basri telah bersiap dan pergi ke wawarung acil Ijah. Ia ingat dulu waktu
ikut inunya berbelanja ke warung itudan bersama ibunya ia sarapan nasi kabuli dengan lauk ikan haruan. Setelah sampai di warung ia
disambut oleh Acil Ijah dan di persilakan duduk. Ia memesan satu bungkus nasi kabuli.Ia kaget ternyata setelah
dibuka ternyata bukan berlauk ikan haruan
melainkan telur itik.Tetapi ia maklumi karena menrut pengakuan warga
setempat yang saat itu berkumpul di warung tersebut ikan-ikan di Danau Bangkau
kian hari makin menipis dan ikan haruan mungkin telah punah.
Pernyataan orang-orang di warung menjadi masukan untuk
Basri. Rasa ingin tahu mengenai latar belakang menurunnya hasil danau kian menggebu-gebu
di hati Basri manakala ia berkali-kali trun menjelajahi perairan danau dan
menyaksikan keberadaan danau yang sesungguhnya.
Hari-hari selanjutnya,Basri terlihat sering mondar-mandir
kehulu dan kehilir kampong,mendekati orang-orang yang berkenan diajak
berbincang-bincang tentang danau dan ikan-ikan yang ada didalamnya.
Tindak-tanduknya yang rada-rada anehdi mata orang-orang awam di kampong ini
menjadikan dirinya bahan gunjingan orang-orang.
Pada hari berikutnya Basri pergi ke danau. Ia melempar pancing
dan menunggu apakah ada ikan yang terjerat pancingnya. Setelah sekian lama
menunggu akhirnya ia mendapatkan ikan papuyu
kecil.Ikan itu ia lepaskan,tiba-tiba matanya tertuju pada benda putih
mengkilat karena ditimpa sinar matahari yang jaraknya kira-kira seratus meter
darijukungnya. Ia kemudian
menceburkan diri kedalam air mejuju tempat tersebut.
Setelah sampai di tempat itu betapa tersayatnya hati
Basri melihat barang tersebut,bahkan beribu ikan sepat,papuyu,sepat siam,biawan,kapar,dan lain-lain mati mengapung
di atas air. Ia merebahkan diri diatas ambuldan
tanpa sengaja tangannya menyentuh benda keras yang ternyata adalah potas. Basri
cepat kembali keatas jukung dan
bergegas pulang dengan membawa ikan yang mati dan potas yang ia temukan.
Di
balai desa diadakan pertemuan yang membahas tentang masalah Danau Bangkau.
Basri mengahdiri pertemuan itu dan menyampaikan kepada warga apa yang ia
temukan di danau. Sebagian
warga tidak percaya dengan pendapat Basri dan terjadilah pertentangan. Mereka
beranggapan bahwa semua ini dikarenakan murka datu panunggu danau dan mereka akan melakukan upacara Manyanggar Padang.
Setelah pertemuan semakin panas ada orang yang akhirnya
melerai.Mungkin kemarahan datu panunggu
danau dikarenakan penggunaan potas itu. Basri menjelaskan tentang bahaya
potas kepada parawarga. Mereka akhirya sepakat untuk membuat cagar ikan
ditengah danau dan tidak ada orang yang boleh menangkap ikan didalam area cagar
ikan.
Beberapa hari kemuadian diadakan uapacara Manyanggar Padang dengan sebuah jukung besar dan diikuti oleh puluhan jukung kecil. Dalam upacara tersebut
terdapat beberapa tokh,yaitu pangeran yang di perankan oleh anak Kyai Ibat,tokoh kyai yang di perankan
oleh Kyai Ibat,dan tokoh dadukun.
Tokoh pangeran mulai batandik mengelilimgi
sesajen. Dadukun membelah kepala dan
mengisinya dengan gula merah,kemudian sang pangeran menbawa kepala tersebut
kedasar danau dan meletakkannya kemudian sang pangeran muncul dan berenang
membentuk lingkaran kemudian naik keatas jukung.
Kemudian mereka pergi ke mungkur kambing dan
jukung-jukung membentuk lingkaran dan
sang pangeran mengambil kepala kambing hitan lalu membasuhnya dengan air danau
setelah itu meletakkannya di dasar danau. Upacara Manyanggar Padang akhirnya selesai.
Bos iwak garih bersama
Badir,Badrun,Ipul,dan Ramli bersekongkol untuk membuat agar Basri tidak betah
di kampung itu.Keempat pemuda itu mondar-mandi keliling kampong dengan niatan
jahat kepada Basri. Tetapi Basri tidak Nampak batang hidungnya sekalipun,
karena sudah dua hari ia bermalam di rumah
lanting menemani julaknya.
Bos iwak garih sering
terlihat berjukung di area mungkur
kambing maka Basri mulai curiga. Suatu hari ia mendapat laporan dari ketiga
sahabatnya bahwa bos iwak garih membungkus
potas berkilo-kilo banyaknya kemudian dibawa berjukung entah kemana. Sejak saat itu Basri semakin rajin
mengawasi gerak gerik lelaki itu.
Suatu hari saat Basri sedang menata buku bersama Fatimah
didatangi oleh Ramli,Badir,dan Badrun yang bermaksud untuk mengeroyoknya mereka
memukul Basri dengan membabi buta Basri mencoba mengelak tetapi beberapa
pukulan mengenai wajahnya. Kesabarannyapun habis ia
mengeluarkan jurus karatenya melihat gelagat Basri ketiga pemuda itu mencoba
melarikan diri tetapi dua polisi kecamatan yang kebetulan lewat kemudian
menangkap ketiganya.
Suasana kembali tenang. Semua orang asyik menonton
pertandingan panjat pinang yang sedang berlangsung. Di tengah keramaian
terlihat bos iwak garih mengendarai
motornya melewati kerumunan. Orang yang asyik menonton menepi,bos iwak garih mengendarai motor sambil
membawa bungkusan kantong plastik besar. Melihat perlombaan yang sedang
berlangsung bos iwak garih tersenyum
senyum ia lalai dan menabrak sebuah lubang. Ia terjungkal dan benda yang berada
didalam kantong plastik itu berceceran yang ternyata adalah potas. Warga yang
melihatnya berubah menjadi bringas dan memukuli bos iwak garih. Tetapi pak pembakal datang dan melerai warga,serta menyerahkan bos iwak garih kepada polisi. Akhirnya terungkaplah biang keladi
pengedar benda beracun atau potas yang sudah meracuni Danau Bangkau selama ini.
Iwan Yusi, dilahirkan di Kandangan, Kalimantan Selatan
pada tanggal 2 Desember 1960. Menamatkan SD(1976), SMP(1980),SMA(1983), yang
ditamatkannya di kota kelahirannya. Setamat SMA, ia mencoba kuliah di FISIP
Universitas Lambung Mangkurat, tetapi putus di tengah jalan. Lalu ia
melanjutkan ke Program D-1 /A-1 P3TK Universitas Lambung Mangkurat. Berlatar
belakang pendidikan tersebut, saat ini ia mengajar di SMP Negeri 5 Kandangan.
Kekurangan dari buku ini adalah banyaknya
kata yang menggunaan bahasa daerah tetapi tidak ada penjelasan tentang arti
dari kata tersebut.
Kelebihan dari buku ini adalah dilengkapi dengan
ilustrasi gambar yang membuatnya menarik, kertas yang digunakan lumayan bagus,
dan sampul yang menarik.
0 komentar:
Posting Komentar